Senin, 20 Juni 2011

Ikan Tuna

PENDAHULUAN
Ikan tuna merupakan salah satu primadona komoditas ekspor produk
perikanan Indonesia. Negara tujuan ekspor tuna terutama adalah Jepang. Di Jepang,
ikan tuna umumnya dikonsumsi dalam bentuk mentah, maka diperlukan daging ikan
dengan mutu yang sangat tinggi, baik dari segi kimiawi, mikrobiologis maupun
organoleptis.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan tuna mempunyai kualitas
terbaik bila cara penangkapan dan pengangkatan ke atas kapal efektif. Cara ini
menyebabkan ikan tidak terlalu banyak berontak menjelang mati/dibunuh. Kualitas ini
dapat dipertahankan apabila penanganan yang diterapkan sesudah ikan di atas
kapal sampai dengan penyimpanan maupun pengangkutan ke negara tujuan
dilakukan dengan tepat, cepat dan ekstra hati-hati. Berikut ini diuraikan beberapa
cara penanganan ikan tuna baik di atas kapal maupun di darat.
PENANGANAN IKAN TUNA DI ATAS KAPAL
- Cara penangkapan merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu ikan
tuna. Agar diperoleh ikan dengan mutu terbaik, usahakan ikan tetap dalam
keadaan hidup dan tidak terlalu banyak berontak ketika ditarik ke arah kapal
maupun diangkat ke atas kapal. Bila hal ini dapat dilaksanakan, maka ikan tidak
terlalu banyak mengalami stress, tidak mengeluarkan banyak energi, dan tidak
segera mengalami rigor mortis.
- Sesudah ikan berada di sisi kapal, siapkan papan peluncur yang licin untuk
sarana mengangkat ikan dari air. Ganco ikan di belakang insang (bila sisi perut
ikan menghadap ke sisi perahu) atau di bagian bawah insang luar bila sisi
punggung ikan menghadap sisi perahu. Cara yang terbaik ini lebih dianjurkan,
karena umumnya sisi punggung ikan mempunyai kulit yang lebih tebal dan kuat
sehingga lebih tahan gesekan bila ikan diangkat ke atas kapal melalui papan
peluncur.
- Sesampai di atas kapal, bila ikan tetap berontak maka ikan harus ditenangkan
dengan menutup/menekan mata dengan telapak tangan dan selimuti ikan
dengan karung (goni) basah. Selanjutnya ikan dapat dipingsankan dengan
memukul kepalanya menggunakan palu berkepala karet.
- Ikan tuna dibunuh dengan menusuk pusat syaraf (otak) dari belakang mata
menggunakan paku pembunuh (killing spike) sedalam 5 – 10 cm kemudian paku
diputar-putar untuk merusak otak.
- Selanjutnya ikan didarahi dengan menusukkan pisau tepat di belakang sirip dada
(pectoral fin) dengan kemiringan ± 450C sedalam 5 – 10 cm, disusul pemotongan
urat nadi di tulang belakang bagian ekor. Pemotongan urat nadi tersebut
dilakukan dengan menyisipkan pisau ke daging antara sirip kecil ekor (finlet)
nomor dua dan tiga sampai mengenai tulang belakang (masuk di ruasnya)
kemudian pisau ditarik sambil terus menekan sampai urat nadi terputus.
- Selanjutnya sisipkan pisau di belakang penutup insang kedua dan dorong ke
arah depan sepanjang ± 5 cm sampai di penutup insang yang pertama (preoperculum).
Kerjakan hal yang sama pada sisi yang lain.
- Untuk memotong sirip perut, tidurkan ikan pada punggungnya dan potong sirip
perut sedekat mungkin ke daging (jangan sampai kena dagingnya). Demikian
juga halnya dengan sisi yang lain.
http://www.bbrp2b.dkp.go.id
- Perut kemudian dibelah menggunakan pisau, tarik dari daerah di antara bekas
sirip perut ke arah dubur. Pekerjaan ini harus dilakukan dengan hati-hati agar isi
perut tidak tersayat. Selanjutnya keluarkan isi perut, potong ujung usus pada
dubur, dan ikan di balik dengan posisi perut di bawah agar sisa-sisa darah dari
rongga perut keluar. Bila pekerjaan ini sudah selesai, sirip dubur, sirip punggung
pertama dan kedua dapat dipotong (sedekat mungkin dengan daging).
Pemotongan harus dilakukan dengan hati-hati dan rapi, jangan sampai ada sisa
sirip (during/tulang sirip), karena hal ini dapat melukai ikan yang lain.
- Bukalah penutup insang dan putuskan isthmus joint (sambungan antara dua
insang dan badan yang terletak di bagian bawah ikan). Lakukan tahap ini dengan
sempurna sehingga sambungan tersebut benar-benar terpotong dengan
sempurna (bukalah kedua insang lebar-lebar untuk meyakinkan hal ini). Selaput
insang bagian bawah (ke arah perut) kemudian dapat dipotong. Pemotongan ini
juga harus dikerjakan dengan hati-hati jangan sampai ada daging yang ikut
tersayat.
- Sirip dada selanjutnya dipotong dengan hati-hati sedekat mungkin dengan
daging. Penarikan sirip pada waktu dipotong tidak boleh terlalu kuat karena ini
dapat meninggalkan lubang pada daging.
- Tahap selanjutnya adalah memotong penutup insang dengan cara menyayat dari
arah bawah (perut) menggunakan pisau gergaji, diikuti dengan pemotongan
insang bagian depan sehingga insang segera dapat dikeluarkan.
- Ikan kemudian dicuci kembali. Gunakan sikat halus dan air dingin untuk
membersihkan rongga perut maupun rongga insang atau sikat plastik/ijuk untuk
membersihkan permukaan badan ikan.
- Sesuai dengan permintaan negara pengimpor atau untuk ikan berukuran besar
(di atas 90 kg), kepala dan ekor dapat dipotong. Pemotongan kepala
menggunakan kampak khusus, sedangkan pemotongan ekor dapat
menggunakan pisau gergaji.
- Setelah bersih, ikan segera dibawa ke ruang pendingin (00C selama ± 3 jam)
untuk selanjutnya dibekukan bila kapal dilengkapi dengan sarana pembekuan.
Bila pembekuan akan dilakukan di darat, maka ikan harus tetap disimpan dalam
ruangan pendingin atau palka pendingin.
- Penyusunan ikan dalam palka pendingin diatur sedemikian rupa sehingga ikan
selalu tidak bersentuhan dengan dinding palka sekat, selalu tertutup es curai, dan
ekor ikan selalu mengarah ke lubang palka. Hal ini akan memudahkan saat
pembongkaran nantinya. Ikan di dalam palka dikelompokkan menurut mutu dan
atau saat tangkapan.
- Isi perut, insang maupun sirip harus segera disingkirkan dari tempat penyiangan
dan dikumpulkan di tempat tersendiri, tidak boleh dibuang ke laut karena dapat
mengundang ikan buas seperti hiu yang dapat memangsa hasil tangkapan jika
belum diangkat dari air.
PEMBONGKARAN PALKA PENDINGIN
- Pembongkaran ikan dari palka pendingin dapat dilakukan menggunakan katrol
dengan mengikat ekor ikan. Pada saat ikan dikeluarkan dari palka, sangat
disarankan ikan dibungkus dengan kain pendingin (biasanya kain terpal atau
karung tebal yang selalu dalam keadaan basah yang dikaitkan pada mata katrol).
Di atas lubang palka dipasang semacam tenda untuk melindungi ikan dan isi
palka dari sinar matahari. Ikan harus dijaga agar tidak menyentuh lubang palka,
terutama pada bagian-bagian yang kasar. Oleh karena itu, lubang palka harus
diusahakan sehalus mungkin tanpa tonjolan-tonjolan yang mungkin dapat
merusak kulit/tubuh ikan.
http://www.bbrp2b.dkp.go.id
- Ikan dapat diturunkan dari kapal ke dermaga secara manual, namun sebaiknya
menggunakan papan peluncur. Di atas papan peluncur ini sebaiknya juga diberi
tenda pelindung dari sinar matahari. Permukaan dan sudut-sudut papan peluncur
harus halus dan selalu dalam keadaan basah oleh air yang terus mengalir
dengan suhu sekitar 00C. Bila papan ini cukup panjang (lebih dari 2,5 m) maka
ikan harus diberi pelindung (dibungkus dengan plastik/kain/karung tebal).
PENGANGKUTAN IKAN DI DARAT/DERMAGA
- Di dermaga (di ujung bawah papan peluncur) harus selalu siap seorang petugas
untuk menerima ikan yang diluncurkan dari atas kapal. Letakkan ikan di atas
kereta dorong yang dipermukaannya telah dibasahi dengan air. Pelindung ikan
(plastik/kain/karung tebal) juga harus selalu dalam keadaan basah.
- Bila akan mengangkut ikan lebih dari satu, maka ikan tidak boleh saling
bertumpuk. Kereta pengangkut ikan dapat dibuat sedemikian rupa sehingga
setiap ikan akan menempati ruang (kabinet) tersendiri dan tidak saling
menumpuk/ menindih satu dengan yang lain.
- Pengangkutan ke pabrik harus dilakukan secepat mungkin, ikan tidak boleh
menunggu lebih dari 8 menit, dan dalam waktu 10 menit sudah harus mencapai
pabrik.
BEBERAPA KUNCI PENANGANAN IKAN TUNA
- Usahakan ikan diangkat ke kapal dalam keadaan hidup dan tidak banyak
bergerak.
- Pengangkatan ikan ke kapal, pembunuhan, pendarahan, penyiangan,
pembersihan dan pendinginan harus dilakukan secara tepat dan cepat.
- Ikan harus selalu dalam keadaan dingin, yaitu dengan menerapkan sistem rantai
dingin.
- Semua kegiatan harus dilakukan dengan memperhatikan faktor sanitasi dan
higiene.


http://www.bbrp_dkp.com

Minggu, 12 Juni 2011

Refraktometer

REFRAKTOMETER
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Refraktometer sebenarnya alat ukur mengukur indek bias suatu zat. Definisi indek
bias cahaya suatu zat adalah kecepatan cahaya didalam hampa dibagi dengan kecepatan
cahaya dalam zat tersebut. Kebanyakan obyek yang dapat kita lihat, tampak karena obyek
itu memantulkan cahaya kemata kita. Pada pantulan yang paling umum terjadi, cahaya
memantul kesemua arah, disebut pantulan baur. Untuk keperluan ini cukup kita melukiskan
satu sinar saaja, mustahil ada atau hanya merupakan abstrasi geometrical saja (Sear,1994).
Standar ini berisi antara lain prosedur penentu indeks bias (n) relative mineral
transparan dalam bentuk butiran atau pecahan mineral transparan berukuran (+/-) 0,6 mm
atau berat kira-kira 0,01 gr dalam bentuk medium rendam yang diketahui indeks biasnya
dengan menggunakan mikroskop dan ilminasi piring (Badan Standarisasi Nasional, 2008).
Kecepatan cahaya dalam sebuah vakum adalah 299.792.458 meter perdetik (m/s)
atau 1.079.252.848,8 kilometer perjam (km/h) atau 186.286,4 perdetik (mil/s) (Anonim, 2008).
1.2 Maksud Dan Tujuan
Maksud praktikum fisika dasar tentang refraktometer untuk menerapkan cara
penggunaan refraktometer dengan baik dan tepat.
Tujuan dari praktikum fisika dasar tentang refraktometer untuk memahami kegunaan dari
refraktometer dan untuk mengetahui bagian-bagian refraktometer beserta fungsinya.
1.3 Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan praktikum fisika dasar, materi refraktometer, dilaksanakan pada
hari rabu, tanggal 06-10-2010 pukul 13.00-14.00 WIB dilaboratorium ilmu-ilmu perairan (IIP)
gedung C lantai I Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.
2. TINJAUN PUSTAKA
2.1 Pengertian Refraktometer
Refraktometer adalah alat ukur untuk menentukan indeks bias cairan atau padat,
bahan transparan dan refractometry. Prinsip pengukuran dapat dibedakan, oleh cayaha,
penggembalaan kejadian, total refleksi, ini adlah pembiasan (refraksi) atau reflaksi total
cahaya yang digunakan. Sebagai prisma umum menggunakan semua tiga prinsip, satu
dengan insdeks bias dikenal (Prisma). Cahaya merambat dalam transisi antara pengukuran
prisma dan media sampel (n cairan) dengan kecepatan yang berbeda indeks bias diketahui
dari media sampel diukur dengan defleksi cahaya (Wikipedia Commons, 2010).
Salah satu cara untuk membedakan refraktometer berbeda. Klasifikasi dalam
indtrumen pengukuran analog dan digital, refraktometer analog tradisional sering digunakan
sebagai sumber cahaya sinar matahari atau lampu pijar untuk berpisah dengan filter warna.
Detector adalah skala yan dapat dibaca dengan system optic dengan mata (Wikipedia
Commons, 2010).
Digital menggunakan refraktometer sebagai sumber cahaya adalah LED. Detektor
adalah sensor CCD yang digunakan sebuah pengukuran temperature kompensasi indeks
bias bergantung pada suhu. Metode pengukuran apalagi refraktometer digunakan dalam
sensor mesin yang lebih kompleks, seperti sebagai sensor hujan dikendaraan atau di
perangkat detector untuk kromotografi cair kinierja tinaggi (HPLC). Disini sering bekerja
terus detector indeks bias digunakan (Wikipedia Commons, 2010).
2.2 Gambar Refraktometer


2.3 Pembiasan Cahaya
Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya karena
melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya dibedakan
menjadi dua macam yaitu :
- Mendekati Garis Normal
Cahaya dibiakan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari medium
optic kurang rapat kemedium optic lebih rapat, contohnya cahaya merambat dari
udara kedalam air.
- Menjauhi Garis Normal
Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari medium
optic lebih rapat kedalam optic kurang rapat, contoh cahaya merambat dari dalam air
ke udara.
2.4 Hukum Snelius
Hukum snelius adalah rumus matematika yang memberikan hubungan antara sudut
datang dan sudut bias pada cahaya atau gelembang lainnya yang melalui batas antara dua
medium isotopik berbeda, seperti udara dan gelas. Nama hukum ini diambil dari
matematikawan Belanda Willbrord Snellius, yang merupakan salah satu penemuannya.
Hukum ini juga dikenal sebagai Hukum Descartes atau Hukum Pembiasan (Rashed
Rhoshidi, 1990).
Hukum ini menyebutkan bahwa nisbah sinus sudut dating dan sudut bias adalah
konstas, yang tergantung pada medium. Perumusan lain yang dcivalen adlah nisbah sudut
dating dan sudut bias sama dengan nisbah kecepatan cahaya pada kecua medium, yang
sama dengan kebalikan nisbah indeks bias.
2.5 Salinatas Air Laut, Payau, Tawar
2.5.1 Salinitas Air Laut
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas dapat
mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar
danau, sungai dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikatagorikan
sebagai air laut. Kandungan garam sebenarnya pada air ini secara definisi, kurang dari
0,5%. Jika lebih dan itu air dikatagorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila
konsentrasi 3 sampai 5%, ia disebut brine (Nontji, 2007).
Air laut adalah air murni yang didalamnya terlarut berbagai zat padat dan gas dalam
1000 g atau laut 96,6% berupa air murni dari 3,5% adalah zat terlarut, jadi ada 35 g
senyawa-senyawa tersebut secara kolektif disebut garam. Konsentrasi rata-rata seluruh
garam yang terdapat didalam air laut disebut salinitas (Shahola Hutabarat Dan Stewart
M.Evans, 1986).
2.5.2 Salinitas Payau
Air payau adalah air murni yang didalamnya terdapat kandungan garam yang
dimana konsentrasinya lebih dari 0,05% ( 0.05%) (Romi mohartato. K dan Juwana. S,
2007).
2.5.3 salinitas tawar
Air tawar adalah air murni yang didalamnya terdapat kandungan garam yang dimana
konsentrasinya kurang dari 0,05% ( 0,05%) (Nantji. A, 2007).
Refraktometer
Disiapkan alat Disiapakan bahan
Disiapkan alas Nacl dan beri
tanda missal 0,004 gr, 0,1
gr, 0,3 gr dan 0,4 gr
Disiapkan garam dengan
ukuran yang sudah
ditentukan lalu ditimbang
dengan menggunakan
timbangan digital
3. METODOLOGI
3.1 Alat dan fungsi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum fisika dasar refraktometer adalah :
- Beaker glass (100 ml) : sebagai tempat membuat larutan yang akan
diuji Indeks Biasnya
- Gelas ukur (100 ml) : untuk mengukur volume aquadest yang
diperlukan saat melarutkan Nacl
- Whosing bottle : sebagai wadah aquadest
- Spatula : untuk mengaduk larutan supaya homogen
- Sendok tanduk : untuk mengambil Nacl padat
- Timbangan digital : menimbang berat Nacl yang dibutuhkan
dengan tingkat ketelitian 10-2
- Nampan : sebagai tempat alat dan bahan
- Refraktometer : sebagai alat ukur mengukur Indeks Bias suatu
zat
- Pipet tetes : untuk mengambil larutan dengan jumlah kecil
- Lampu pijar : sebagai sumber cahaya
3.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum fisika dasar materi refraktometer
adalah :
- Nacl padat : sebagai bahan untuk membuat larutan yang akan
diuji indeks biasnya
- Tissue :untuk membersihkan alat-alat yang telah digunakan
- Kertas label : untuk member keterangan
- Aquadest : sebagai pelarut
- Kertas alas : untuk sebagai alas saat menimbang Nacl


DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional, 2008. Penentuan Indeks Bias Relatif Dalam
Bentuk Butiran Dengan Teknik Uji Bayangan. Online
http://www.google.co.id. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2010
Hutabarat. S dan Stewart. M. Evans, 1986. Pengantar Oseanografi.
http://oseanografiblogspot.com/2005/07/salinitas%20.air.laut.html
Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan
Wikipediaa. 2010. Gambar Refraktometer. http://www.wikipedia.com. Diakses
pada tanggal 5 Oktober 2010 pukul 10.00 WIB
________b, Commons. 2010. Refraktometer.
http://translate.googleusercontent/translet, diakses 5 Oktober 2010
pukul 10.00 WIB
________c, 2008. Kecepatan cahaya. http://www.wikipedia.com. Diakses pada
tanggal 6 Oktober 2010 pukul 09.00 WIB